Rabu, 12 November 2008

Pengertian Pendidikan dalam islam

Pendidikan dalam islam Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural, secara makro persoalan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaimana pendidikan Islam mampu menghadirkan disain atau konstruksi wacana pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat.

Kemudian disain wacana pendidikan Islam tersebut dapat dan mampu ditranspormasikan atau diproses secara sistematis dalam masyarakat. Persoalan pertama ini lebih bersifat filosofis, yang kedua lebih bersifat metodologis. Pendidikan Islam perlu menghadirkan suatu konstruksi wacana pada dataran filosofis, wacana metodologis, dan juga cara menyampaikan atau mengkomunikasikannya.


Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah persoalan-persoalan umum internal pendidikan Islam yaitu (1) persoalan dikotomik, (2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga persoalan ini saling interdependensi antara satu dengan lainnya.

Pertama, Persolan dikotomik pendidikan Islam, yang merupakan persoalan lama yang belum terselesaikan sampai sekarang. Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT (Suroyo, 1991 : 45).

Mengenai persoalam dikotomi, tawaran Fazlur Rahman, salah satu pendekatannya adalah dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana telah berkembang secara umumnya di dunia Barat dan mencoba untuk "mengislamkan"nya - yakni mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Lebih lanjut Fazlur Rahman, mengatakan persoalannya adalah bagaimana melakukan modernisasi pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk produktivitas intelektual Islam yang kreatif dalam semua bidang usaha intelektual bersama-sama dengan keterkaiatan yang serius kepada Islam (Fazlur Rahman, 1982 : 155, 160). A.Syafi'i Ma'arif (1991 : 150), mengatakan bila konsep dualisme dikotomik berhasil ditumbangkan, maka dalam jangka panjang sistem pendidikan Islam juga akan berubah secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Untuk kasus Indonesia, IAIN misalnya akan lebur secara integratif dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri lainnya. Peleburan bukan dalam bentuk satu atap saja, tetapi lebur berdasarkan rumusan filosofis.

Kedua, perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan Islam (Anwar Jasin, 1985 : 15) yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan. Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan dengan pola tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang terlalu banyak dan cukup berat dan terjadi tumpang tindih. Sebenarnya lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi, apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain, atau mengkhususkan pada disain pendidikan keagamaan yang berkualitas, mampu bersaing, dan mampu mempersiapkan mujtahid-mujtahid yang berkualitas.

Ketiga, persoalan kurikulum atau materi Pendidikan Islam, meteri pendidikan Islam "terlalu dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu "meta narasi" yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan

Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern. Pertanyaannya, disain pendidikan Islami yang bagaimana? yang mampu menjawab tantangan perubahan ini, antara lain:
Pertama, lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikannya, dengan memilih apakah (1) model pendidikan yang mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan dan melahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalam bidangnya dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan perubahan zaman, (2) model pendidikan umum Islami, kurikulumnya integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, (3) model pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam, (4) atau menolak produk pendidikan barat, berarti harus mendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia, (5) pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinya pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dan sebagainya.
Kedua disain "pendidikan harus diarahkan pada dua dimensi, yakni : (1) dimensi dialektika (horisontal), pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan (2) dimensi ketunduhan vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan misteri kehidupan yang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harus disertai dengan pendekatan hati (M.Irsyad Sudiro, 1995 : 2).
Ketiga, sepuluh paradigma yang ditawarkan oleh Prof. Djohar, dapat digunakan untuk membangun paradiga baru pendidikan Islam, sebagai berikut : Satu, pendidikan adalah proses pembebasan. Dua, pendidikan sebagai proses pencerdasan. Tiga, pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. Empat, pendidikan menghasilkan tindakan perdamaian. Lima, pendidikan adalah proses pemberdayaan potensi manusia. Enam, pendidikan menjadikan anak berwawasan integratif. Tujuh, pendidikan wahana membangun watak persatuan. Delapan, pendidikan menghasilkan manusia demokratik. Sembilan, pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan. Sepuluh, sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan (Djohar, 1999 : 12).



Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki era milenium ketiga. Karena, "kecenderungan perkembangan semacam dalam mengantisipasi perubahan zaman merupakan hal yang wajar-wajar saja. Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktis-pragmatis dalam hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan" (S.R.Parker, 1990), sehingga tidak statis atau hanya berjalan di tempat dalam menatap persoalan-persoalan yang dihadapi pada era masyarakat modern dan post masyarakat modern. Untuk itu, Pendidikan dalam masyarakat modern, pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, dan pada saat yang sama, pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk perubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan. Pendidikan sekarang ini seperti dikatakan oleh Ace Suryadi dan H.A.R. Tilar (1993), tidak lagi dipandang sebagai bentuk perubahan kebutuhan yang bersifat konsumtif dalam pengertian pemuasan secara langsung atas kebutuhan dan keinginan yang bersifat sementara. Tapi, merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia (human investment) yang merupakan tujuan utama ; pertama, pendidikan dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan penghasilan kerja lulusan pendidikan di masa mendatang. Kedua, pendidikan diharapkan memberikan pengaruh terhadap pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan (equality of education opportunity) (A.Malik Fadjar, 1995 : 1).

Selain itu dalam menghadapi era milenium ketiga ini nampaknya pendidikan Islam harus menyiapkan sumber daya manusia yang lebih handal yang memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam era global. Menurut Djamaluddin Ancok (1998 : 5), "salah satu pergeseran paradigma adalah paradigma di dalam melihat apakah kondisi kehidupan di masa depan relatif stabil dan bisa diramalkan (predictability). Pada milenium kedua orang selalu berpikir bahwa segala sesuatu bersifat stabil dan bisa diprediksi. Tetapi, pada milenium ketiga semakin sulit untuk melihat adanya stabilitas tersebut. Apa yang terjadi di depan semakin sulit untuk diprediksi karena perubahan menjadi tidak terpolakan dan tidak lagi bersifat linier". Maka, pendidikan Islam sekarang ini disainnya tidak lagi bersifat linier tetapi harus didisan bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tidak terpolakan. Untuk itu, lebih lanjut Djamaluddin Ancok yang mengutip Hartanto : 1997: Hartanto, Raka & Hendroyuwono, 1998, mengatakan bahwa pendidikan (termasuk pendidikan Islam) harus mempersiapkan ada empat kapital yang diperlukan untuk memasuki milenium ketiga, yakni kapital intelektual, kapital sosial, kapital lembut, dan kapital spritual. Tantangan ini tidak muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan. Untuk itu, pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain ulang konsep, kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses, agar dapat meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat.



Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa : (1) Dalam menghadapi perubahan masyarakat modern, secara internal pendidikan Islam harus menyelesaikan persoalan dikotomi, tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, dan persolalan kurikulum atau materi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan. (2) Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikan, dengan memilih model pendidikan yang relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. (3) Pendidikan Islam didisain untuk dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatan kerja lulusan pendidikan di masa datang. Selain itu perlu disain pendidikan Islam yang tidak hanya bersifat linier saja, tetapi harus bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. (4) Pendidikan Islam harus mengembangkan kualitas pendidikannya agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang selalu berubah-berubah. Lembaga-lembaga pendidikan Islami harus dapat menyiapkan sumber insani yang lebih handal dan memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam ikatan masyarakat modern.



Link ke artikel ini:"Pendidikan dalam islam"

Pendidikan dalam islam

Baca selanjutnya »»

8 Standar Nasional Pendidikan

17/10/2008 | Wajib Belajar Pendidikan Dasar 1945 - 2007
Pasal 35 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tegas menyatakan tentang standar nasional pendidikan, yang kemudian dijabarkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Artinya, semua satuan pendidikan harus memenuhi delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, standar penilaian.

Baca selanjutnya »»

Rabu, 22 Oktober 2008

Internet dan Penulis Cilik


Apa sudah menonton film Eragon? Film yang berkisah tentang petualangan seorang anak laki-laki yang bernama Eragon dan naga besarnya, Saphira. Petualangan Eragon ini melibatkan berbagai hal yang sangat seru dan menegangkan, seperti aksi Saphira yang terbang membawa Eragon dan menjulur-julurkan apinya untuk melawan para musuh, kemampuan magic yang dahsyat oleh para musuh Eragon, berbagai aksi permainan pedang, dan juga sejarah para penunggang dragon di kerajaan Alagaesia. Pada intinya, film ini bertujuan untuk memupuk jiwa kepahlawanan dan berpetualang seorang anak, serta indahnya sebuah persahabatan.

Film ini sebenarnya bersumber dari sebuah buku best seller di New York yang berjudul sama. Novel Eragon dikarang oleh Christopher Paolini yang saat itu baru berusia 15 tahun. Dengan fantasi dan kemampuan menulisnya yang luar biasa, Paolini juga menerbitkan sekuel kedua dan ketiag Eragon, yang juga menjadi best seller.

Di Indonesia, kita punya seorang Abdurahman Faiz yang sejak berusia 8 tahun telah menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Untuk Bunda dan Dunia, diikuti buku-buku berikutnya. Faiz juga telah meraih berbagai penghargaan tingkat nasional karena pretasi menulisnya. Ada juga Izzati, yang pada usia sama dengan Faiz juga telah menerbitkan buku, bahkan bukunya Powerful Girl diterbitkan indie. Selain Faiz dan Izzati, ada juga Caca, Bella, Adam, Aini, dan lain-lain.

Tentunya dunia menulis anak akan semakin ramai bila banyak penulis cilik berbakat yang terus menerbitkan hasil karyanya. Kalau kita punya adik, sepupu, atau mungkin anak tetangga :D yang berminta pad adunia tulis menulis, banyak bahan-bahan di Internet yang bisa menjadi sarana belajar dan latihan menulis. Banyak kursus menulis on-line untuk anak-anak yang akan mengajarkan bagaimana cara menulis yang baik dari novel sampai buku bergambar, cerita pendek sampai cerita berseri, juga cerita nonfiksi sampai puisi. Selain itu diajarkan juga cara menghasilkan ide, mengembangkan plot, membuat struktur dan alur cerita, membuat karakter tokoh yang nyata dan bagaimana mempublikasikan cerita.

Misal di http://www.time4writing.com/ dan http://www.writeguide.com/course.htm, kursus ini menyediakan konsultan pengajar yang akan mengajar secara individu dan personal. Ada juga situs belajar menulis yang gratis yaitu di http://teacher.scholastic.com/writewit/index.htm yang menyediakan berbagai penjelasan dan tahapan menulis yang baik untuk anak-anak, yang dipaparkan oleh para penulis anak terkenal. Sobat Nida juga bisa melihat berbagai artikel cara menulis di http://www.teachkidshow.com/teach-your-child-to-write/ yang juga menyediakan link ke berbagai artikel cara menulis untuk anak-anak. Selamat belajar menulis ya!
>>annida-online.com/

Baca selanjutnya »»

Sudah Besar Mau Jadi Apa?


Anak perlu mengenali potensi dirinya untuk bisa merencanakan profesi apa yang akan ditekuninya kelak. Mengenali berbagai profesi perlu dilakukan untuk modal memilih profesi yang disukainya.


“Aku nanti mau jadi pilot, biar bisa setir pesawat terbang sendiri. Nanti aku bisa pergi-pergi naik pesawat. Kamu mau ikut aku nggak?” ujar Raihan (5 tahun) sambil terus asyik memainkan pesawat mainannya.

Namun, baru saja bilang mau jadi pilot, pikirannya dengan cepat berubah. “Tapi aku juga mau jadi dokter. Nanti aku periksa-periksa orang sakit. Nanti kalau kamu sakit, aku aja yang periksa ya,” kata Raihan dalam obrolan ringannya bersama teman-teman mainnya.



Menghargai semua profesi

Apa sih pentingnya pengenalan profesi bagi anak-anak? DR Tjut Rifameutia, MA, Psi, Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pengenalan profesi bagi anak sangat penting. Alasannya, karena dengan begitu anak-anak bisa tahu berbagai profesi yang ada dan dia bisa menghargai semua profesi itu. “Jadi jangan sampai dia hanya menghargai profesi dokter saja, misalnya, sementara yang lainnya tidak,” tutur Wakil Dekan bidang Akademik Fakultas Psikologi UI yang disapa Tia ini.

Mengapa menghargai semua profesi itu penting? Karena, itu merupakan modal hidup bagi mereka di masa depan sekaligus juga mengarahkan motivasi anak ingin jadi apa mereka kelak.

Yang perlu disadari para orangtua, cara anak menghargai profesi orang lain akan sangat bergantung dari cara orangtua menghargai profesi orang lain. Misalnya, untuk mengajarkan anak menghargai tukang jahit, orangtua dapat membantu mengarahkan, kata Tia, dengan mengatakan, “Lihat deh penjahit ini, pintar loh, bisa bikin baju mama bagus-bagus.” Dengan begitu, anak jadi menghargai profesi itu karena setiap pekerjaan atau profesi menuntut keahlian khusus.

Begitu pula dengan profesi lainnya seperti tukang becak, tukang sampah, bahkan pembantu rumah tangga (khadimat). Banyak anak-anak yang tidak menghargai pekerjaan khadimat akibat perlakuan orangtua yang sering meremehkan mereka. Padahal, keberadaan mereka sangat penting bagi seisi keluarga. Cobalah ajak anak-anak berdialog agar mereka menghargai khadimat di rumah. Misalnya ungkapkan pada anak, “Mbak sangat penting buat kita, karena mbak membantu Bunda sehari-hari. Apalagi, kalau Bunda sedang tidak ada di rumah. Mbak membantu mengerjakan pekerjaan di rumah dan menjaga kalian.” Dengan menghargai profesi orang lain, maka anak-anak tidak akan memandang rendah pekerjaan orang lain.

Sebagai koreksi, Tia juga menganjurkan agar orangtua – selama masih mungkin – untuk menghindari kata ‘tukang’ yang terkesan kurang menghargai profesi seseorang. Apalagi bila dikatakan dengan mimik merendahkan. Seperti ‘tukang jahit’, lebih baik bilang ‘penjahit’ dan sebagainya.

Dengan menghargai semua profesi anak akan belajar untuk menghargai orang lain. Nilai-nilai positif, seperti tanggungjawab, kejujuran dan keberanian justru lebih penting ketimbang mendahulukan jenis profesinya. Jadi, anak akan tahu bahwa tukang sampah yang jujur itu lebih baik daripada pengacara yang pembohong. Sehingga, profesi apa pun yang dipilih anak, karakter positif anak tetap yang utama.



Pengenalan bertahap

Dalam tahapan berpikir dengan cara yang kongkrit, anak-anak banyak belajar dari sesuatu yang nyata di depannya. Bukannya sesuatu yang tidak bisa kita lihat alias abstrak. Terkait dengan cara berpikir yang kongkrit itu, bayangan ‘Nanti mau jadi apa?’ pun sangat terkait dengan sesuatu yang pernah dilihatnya, atau diceritakan berulang-ulang. Bila ruang geraknya masih terbatas di rumah saja, anak banyak yang menjawab, “Nanti aku mau jadi Ibu.” Sebaliknya, anak laki-laki mengatakan, “Aku mau jadi Ayah.” Anak-anak usia pra sekolah menganggap menjadi Ibu atau Ayah sebagai sebuah pekerjaan.

Boleh jadi, anak TK seperti Raihan maunya jadi pilot, karena profesi pilot sering diceritakan orangtua saat ia sedang bermain. Namun, ia juga cukup sering ketemu dokter untuk kontrol kesehatannya. Dalam bayangan anak, jadi dokter keren. Tapi, begitu disuntik dokter, langsung berubah tidak mau jadi dokter. Banyak juga anak-anak yang mau jadi baby sitter, karena sering bertemu dengannya. Begitu masuk sekolah, berubah lagi mau jadi guru.

Jadi, jenis profesi apa yang sering disebut anak. Setidaknya menurut doktor bidang psikologi lulusan Universitas Indonesia ini ini ada dua hal yang mendasarinya. Pertama, tergantung dari apa yang paling sering dia lihat. Kedua, apa yang paling sering memberikan kenyamanan buat anak. Itulah makanya pengenalan ini semestinya dilakukan dengan cara menyenangkan.



Perkenalan yang menyenangkan

Tahapan pengenalan profesi menurut Tia adalah dengan cara mengenalkan beraneka profesi dengan cara yang menyenangkan. Jadi, bukan hanya ekspos langsung, tapi harus ekspos yang menyenangkan saat mengenalkan profesi. Misalnya, kalau anak-anak itu kita bawa ke pembuat roti. Anak akan melihat ekspresi orang itu, apalagi kalau orang itu menyapa, dengan gembira, kemudian berkomunikasi, pengalaman itu bukan hanya menggambarkan tentang profesi pembuat roti, tapi juga akan menggambarkan bahwa pekerjaan itu mengasyikkan.

Ekspos langsung juga dapat dilakukan dengan cara berkunjung ke tempat pembuatan keramik, kemudian anak bisa mencoba dan ada orang yang menjelaskan pekerjaannya sehari-hari. Contoh lain, misalnya kita membawa ke airport seperti apa, atau kita bawa anak ke airport, kita perlihatkan ke anak di situ ada desk-nya, ada porter-nya, kita jelaskan ke anak juga apa fungsi mereka satu per satu.

Ekspos langsung bisa dilakukan secara menyengaja datang ke suatu tempat, atau dalam kegiatan keseharian. Misalnya, saat ikut belanja di supermarket, orangtua dapat menjelaskan tugas kasir, petugas informasi, pencatat harga, dan lain-lain. Ajak anak untuk berkenalan dengan mereka.

Kemudian kita juga bisa lihat ada orang yang memotong daging (butcher) itu kita kenalkan. Sebenarnya dalam kegiatan keseharian kita, kita bisa mengenalkan beragam profesi. Tidak perlu kaku bahwa ‘hari ini saya mau mengenalkan profesi ini’. Begitu masuk jalan tol, ada petugas tol. Kita naik taksi, kita kenalkan ada profesi sopi taksi. Jadi apapun bisa jadi bahan. Tergantung pada seberapa sering kita mengajak anak ke berbagai profesi yang ada. “Kuncinya, kasih waktu untuk anak itu bertanya, berkomunikasilah. Jadi kita tahu ketertarikan anak pada (profesi-red) yang mana, biasanya pada pertanyaan apa yang diajukan,” imbuh istri dari Hadar Nafis Gumay ini.

Selain ekspos dengan cara membawa berkunjung ke berbagai profesi, bisa juga dilakukan dengan cara melalui media, seperti majalah, program TV, DVD profesi atau internet. Program TV, seperti Sesame Street atau Barney and Friends dan DVD profesi biasanya dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi program yang menyenangkan.

Dengan ekspos langsung atau pun melalui media, anak semakin tahu bahwa ada berbagai profesi. “Tapi, memang jangan satu hari kita mengenalkan 10 profesi, nanti pusing kepalanya. Tapi sedikit-sedikit, dengan menyenangkan, tidak diburu-buru. Kalau diburu-buru, nanti tidak akan melekat,” tutur ibu dua anak ini.



Minat dan bakat

Menurut Tia, supaya bisa berhasil di suatu profesi atau bidang, ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Bukan hanya minat dan bakat, tapi taraf kecerdasan, ketekunan, kesehatan, aspek kepribadian. Orangtua bisa melihat anak sebenarnya cukup berminat dan punya bakat juga, tapi untuk sampai menekuninya sampai jadi profesi tidak cukup sampai di situ. Anak yang berminat dan berbakat di bidang musik, potensinya akan terasah kalau dia belajar musik dan berada pada lingkungan yang mengapresiasi musik. Apalagi, bila ditambah dengan mengikuti kompetisi dan sebagainya.

Orangtua bisa membantu agar anak lebih fokus pada kegiatan yang disukainya. Misalnya, anak yang berminat di bidang kesehatan, kita bisa bantu dengan eksposing lebih banyak mengenai masalah-masalah kesehatan, seperti mengikuti eksul PMR di sekolah. Kemampuannya bagaimana? Untuk masuk ke Fakultas Kedokteran, nilainya harus tinggi. Nilai anak bagaimana? Orangtua terus mendampingi supaya minat, kemampuan anak dan kemampuan orangtua juga klop.

‘Nanti mau jadi apa?’ Semoga, keinginan orangtua dan anak seimbang dengan usaha yang dilakukan untuk mencapai harapan. Konon, tanpa perencanaan sama saja dengan merencanakan kegagalan. (Sarah Handayani/ wawancara Rahmi)

Baca selanjutnya »»

Selasa, 14 Oktober 2008

Mengakomodasi 3 Cara Belajar

MENGAKOMODASI 3 CARA BELAJAR. Kegiatan belajar mengajar dengan pola guru berdiri di depan kelas, membawa buku paket sambil menerangkan materi, meminta murid ikut membuka buku di atas meja sambil mendengarkan penjelasan guru. Itu semua adalah model pembelajaran konvensional. Pola pembelajaran seperti ini hanya cocok untuk siswa yang menggunakan cara ‘pendengaran (audio)’ sebagai metoda belajarnya.

Ini akan menjadi bencana bagi siswa yang memiliki cara belajar ‘penglihatan (visual)’ atau ‘gerakan (kinestetis)’. Mereka akan cepat bosan sehingga cenderung mencari kesibukan sendiri.

Pembelajaran di kelas baru akan efektif jika mampu mengakomodasi semua cara belajar yang dimiliki seluruh siswa dalam kelas tersebut. Secara garis besar ada 3 jenis cara belajar anak, yaitu cara ‘pendengaran (audio)’, ‘penglihatan (visual)’ serta ‘gerakan (kinestetis)’.

Ciri-ciri Pelajar Audisi

Ø Sangat terpengaruh oleh keributan di sekitarnya

Ø Suka berbicara panjang lebar dan berargumen

Ø Lebih suka bercerita daripada menulis

Ø Kerap berbicara pada diri sendiri saat sibuk

Ø Lebih senang membaca dengan suara keras

Ø Mudah menghafal lagu yang didengar

Ø Mudah menerima keterangan yang disampaikan guru


Ciri-ciri Pelajar Visual

Ø Lebih mudah memahami dan mengingat apa yang dilihat

Ø Lebih suka membaca daripada dibacakan

Ø Cara bicaranya cenderung cepat

Ø Suka mengingat dengan menggunakan asosiasi visual

Ø Tanpa sadar mencoret-coret kertas tanpa tujuan

Ø Biasanya lebih mementingkan penampilan fisik


Ciri-ciri Pelajar Kinestetis

Ø Memberikan respon fisik yang besar terhadap segala sesuatu

Ø Melibatkan sebagian anggota tubuh ketika belajar

Ø Lebih mudah memahami sesuatu dengan cara dipraktekkan

Ø Lebih mudah menghafal dengan cara berjalan dan bergerak

Ø Banyak memanfaatkan isyarat tubuh

Ø Suka permainan yang banyak gerak dan menyibukkan

Ø Sulit untuk bisa duduk diam dalam waktu lama

Baca selanjutnya »»

Mendidik anak

Kawinilah wanita yang kamu cintai lagi subur (banyak melahirkan) karena aku akan bangga dengan banyaknya kamu terhadap umat lainnya. [HR. Al-Hakim]

Begitulah anjuran Rasulullah saw kepada umatnya untuk memiliki anak keturunan.

Sehingga lahirnya anak bukan saja penantian kedua orang tuanya, tetapi suatu hal yang dinanti oleh Rasulullah saw. Dan tentu saja anak yang dinanti adalah anak yang akan menjadi umatnya Muhammad saw. Berarti, ada satu amanah yang dipikul oleh kedua orang tua, yaitu bagaimana menjadikan atau mentarbiyah anak—yang titipan Allah itu—menjadi bagian dari umat Muhammad saw.

Untuk menjadi bagian dari umat Muhammad saw. harus memiliki karakteristik yang disebutkan oleh Allah swt.:

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al-Fath, 48: 29]

Jadi karakteristik umat Muhammad saw adalah: [1] keras terhadap orang Kafir, keras dalam prinsip, [2] berkasih sayang terhadap sesama umat Muhammad, [3] mendirikan shalat, [4] terdapat dampak positif dari aktivitas shalatnya, sehingga orang-orang yang lurus, yang hanif menyukainya dan tentu saja orang-orang yang turut serta mentarbiyahnya.

Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat Muhammad saw. bisa kita mengambil dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim berikut ini:

Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.

Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.

Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa.

Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [Ibrahim: 37-41]

Dari doanya itu kita bisa melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah bisa kita ketahui, kedua anaknya—Ismail dan Ishaq—menjadi manusia pilihan Allah:

Cara pertama mentarbiyah anak adalah mencari, membentuk biah yang shalihah. Representasi biah, lingkungan yang shalihah bagi Nabi Ibrahim Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah Allah]. Maka, kita bertempat tinggal dekat dengan masjid atau anak-anak kita lebih sering ke masjid, mereka mencintai masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid.

Kendala yang mungkin kita akan temukan adalah teladan—padahal belajar yang paling mudah itu adalah meniru—dari ayah yang berangkat kerjanya ba’da subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan pulangnya sampai rumah ba’da Isya, praktis anak tidak melihat contoh shalat di masjid dari orang tuanya. Selain itu, kendala yang sering kita hadapi adalah mencari masjid yang ramah anak, para pengurus masjid dan jamaahnya terlihat kurang suka melihat anak dan khawatir terganggu kekhusu’annya, dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahwa anak-anak sulit untuk tertib di masjid.

Cara kedua adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan shalat ini merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang uraian di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat. Shalat merupakan salah satu pembeda antara umat Muhammad saw dengan selainnya. Shalat merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran shalat kepada anak: suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak shalat pada usia 10 tahun. Rasulullah saw membolehkan memukul anak di usia 10 tahun kalau dia tidak melakukan shalat dari pertama kali disuruh di usia 7 tahun. Ini artinya ada masa 3 tahun, orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk shalat. Dan waktu yang cukup untuk melakukan pendidikan shalat.

Proses tarbiyah anak dalam melakukan shalat, sering mengalami gangguan dari berbagai kalangan dan lingkungan. Dari pendisiplinan formal di sekolah dan di rumah, kadang membuat kegiatan [baca: pendidikan] shalat menjadi kurang mulus dan bahkan fatal, terutama cara membangun citra shalat dalam pandangan anak. Baru-baru ini, ada seorang suami yang diadukan oleh istrinya tidak pernah shalat kepada ustadzahnya, ketika ditanya penyebabnya, ternyata dia trauma dengan perintah shalat. Setiap mendengar perintah shalat maka terbayang mesti tidur di luar rumah, karena ketika kecil bila tidak shalat harus keluar rumah. Sehingga kesan yang terbentuk di kepala anak kegiatan shalat itu tidak enak, tidak menyenangkan, dan bahkan menyebalkan. Kalau hal ini terbentuk bertahun-tahun tanpa ada koreksi, maka sudah bisa dibayangkan hasilnya, terbentuknya seorang anak [muslim] yang tidak shalat.

Cara keempat adalah mentarbiyah anak agar disenangi banyak orang. Orang senang bergaul dengan anak kita, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR. Bukhari]. Anak kita diberikan cerita tentang Rasulullah saw, supaya muncul kebanggaan dan kekaguman kepada nabinya, yang pada gilirannya menjadi Rasulullah menjadi teladannya. Kalau anak kita dapat meneladani Rasulullah saw berarti mereka sudah memiliki akhlaq yang baik karena—sebagaimana kita ketahui—Rasulullah memiliki akhlaq yang baik seperti pujian Allah di dalam al-Quran: “Sesungguhnya engkau [Muhammad] berakhlaq yang agung.” [Al-Qalam, 68: 4]

Cara ketiga adalah mentarbiyah anak agar dapat menjemput rezki yang Allah telah siapkan bagi setiap orang. Anak ditarbiyah untuk memiliki life skill [keterampilan hidup] dan skill to life [keterampilan untuk hidup]. Rezki yang telah Allah siapkan Setelah itu anak diajarkan untuk bersyukur.

Cara keempat adalah mentarbiyah anak dengan mempertebal terus keimanan, sampai harus merasakan kebersamaan dan pengawasan Allah kepada mereka.

Cara kelima adalah mentarbiyah anak agar tetap memperhatikan orang-orang yang berjasa—sekalipun sekadar doa—dan peduli terhadap orang-orang yang beriman yang ada di sekitarnya baik yang ada sekarang maupun yang telah mendahuluinya.



Baca selanjutnya »»

Halal Bihalal ala SDIT Al-Ma'ruf

Selasa, 14 Oktober 2008

Duta masyarakat- Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Ma'ruf mengisi kegiatan bulan Syawal. Pada hari Senin (13/10) kemarin, para murid sekolah di kawasan Rungkut Mejoyo Surabaya itu mengadakan halal bihalal yang berlangsung meriah. Juga diikuti warga masyarakat sekitar lokasi sekolah tersebut.


Ahmad Sholeh, Kepala Sekolah SDIT Al Ma'ruf mengatakan, momen halal bihalal kali ini adalah momen untuk menjalin keakraban dengan warga sekitar sekolah. Sengaja masuk di hari perdana ini kami manfaatkan untuk bersilaturahmi ke tetangga sekitar. Ini kami lakukan supaya ada jalinan keakraban antara siswa-siswi SDIT Al Ma'ruf dengan warga sekitar," ujar Ahmad.

Sebanyak 30-an murid yang mengikuti acara ini nampak sangat antusias. Dengan didampingi ustadz (sebutan untuk guru pria) Sholeh, ustadz.Zen, ustadzah Fitri, ustadz Jelly dan ustadzah Liliek, para murid terlihat gembira. Acara ini sendiri dimulai pada pukul 08.00 WIB.

Yang dilakukan para murid beserta ustadz dan ustadzah, kata Ahmad Sholeh, adalah dengan mendatangi dari satu per satu rumah warga. Karena selama ini, aktivitas keseharian para murid tidak lepas dari lingkungan sekitar komplek, maka Sholeh merasa pihaknya perlu untuk menyambung sapa dan bermaaf-maafan. "Supaya kami juga bisa menjalin rasa saling pengertian dengan warga sekitar," tambah pria berpostur mungil itu.

Tak ayal, lebaran ala SDIT Al Ma'ruf ini pun mengundang simpati warga. Bahkan beberapa warga yang rumahnya didatangi dengan suka cita menyambut dan membagikan bingkisan untuk anak-anak. Padahal, pemberitahuan akan adanya kunjungan siswa ke rumah-rumah warga dilakukan hanya satu jam sebelumnya.

"Tenang anak-anak, berbaris yang rapi ya, nanti semua dapat bagian masing-masing,"tutur Naniek Fitriyah, guru SDIT Al Ma'ruf memberi komando anak-anak.

Acara ini adalah bagian dari usaha memupuk kesadaran anak anak akan pentingnya silaturahmi dengan tetangga yang selama ini cenderung kurang mandapat perhatian, dan merupakan kelanjutan dari program Ramadhan berupa pembagian ta'jil gratis yang dilakukan beberapa hari sebelumnya. (kri)


Baca selanjutnya »»